Judul
Buku :
Filsafat Ilmu
Pengarang
: Dr. Amsal
Bakhtiar, M.A.
Penerbit :
PT Rajagrapindo Persada
Tahun
terbit : 2006
Halaman
buku : 240 Halaman
Oleh : Galuh
Mentari Putri
Buku yang berjudul Filsafat Ilmu yang
diterbitkan oleh PT Rajagrapindo Persada, Jakarta. pada Tahun 2014 dan cetakan ke-13. buku ini terdapat
240 Halaman yang di dalamnya terdapat 5 Sub Bab pembahasan. dimana setiap bab
saling terkait antara Bab satu dengan Bab yang lain. Pengarang buku ini adalah
Dr. Amsal Bakhtiar, M.A. lahir di Padang Panjang, Sumatra Barat. Riwayat
pendidikan mantan aktivis mahasiswa ini dimulai dari Sekolah Dasar (tamat
1972); melanjutkan ke Thawalib Padang Panjang (1975); kemudian melanjutkan ke
Pesantren Gontor Ponorogo Jawa Timur. Sebelum kuliah, dia menjadi tenaga Da’i
di Sumber Agung, Kinali Sumatra Barat selama dua tahun (1980-1982). Dia lalu
melanjutkan ke Fakultas Ushuluddin IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta (sekarang
menjadi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta), Hingga meraih sarjana muda (1993),
dan terakhir meraih gelar doktor tahun 1998, sedangkan pangkat Guru Besar
diraihnya pada tahun 2005. Karya-karya yang sudah diterbitkan sudah banyak,
salah satunya adalah “Meneladani Pengorbanan Nabi Ibrahim dalam Rangka
Mewujudkan Masyarakat Madani”, dalam Masyarakat madani, Bina Cipta Insani 2000.
Tujuan dari penulisan buku ini
adalah untuk mendorong dan membantu civitas akademika dalam proses perkuliahan
tentang Mata Kuliah Filsafat Ilmu. Buku ini juga berguns bagi kaum awam untuk
menyelami dan memperluas wawasan tentang hakikat ilmu secara Filsafat.
Pembahasan Pertama dalam buku ini
adalah Ruang Lingkup Filsafat ilmu. Filsafat
berasal dari bahasa yunani : philosophia,
yang terdiri dari kata : philos
(cinta) dan shopos (kebijaksanaan),
jadi secara istilah, filsafat berarti
cinta kebijaksanaan atau kebenaran. Menurut Harun Nasution, filsafat berasal dari Bahasa Arab karena orang Arab lebih dulu
datang dan sekaligus mempengaruhi bahasa Indonesia daripada bahas Inggris. Oleh
karena itu, dia konsisten menggunakan kata falsafat, bukan filsafat, seperti
falsafat agama dan falsafat dan mistisme dalam islam.[1] Pendapat
ini ada benarnya, sebab intisari berfilsafat itu terdapat dalam pemahasan,
bukan pada definisi. Karena itu, disini dikemukakan beberapa ahli terkemuka
yang cukup representatif, baik dari zaman maupun kualitas pemikiran, antara
lain : Phytagoras, Plato, Aristoteles, Al-Farabi, Ibnu Rusyd, Immanuel Kant,
Ibnu Sina, Dan Lain-Lain. Dari referensi beberapa ahli. menurut saya, filsafat adalah tindakan membuka fikiran kita untuk
memperoleh suatu pengetahuan yang tidak hanya sekedar tahu tentaang pengetahuan
dari luarnya saja, tetapi dengan melihat juga aspek pengetahuan itu secara
mendalam, dengan sikap kritis.
Selain tentang filsafat, Bab kedua dalam buku
karangan Amsal Bakhtiar juga menjelaskan tentang Ilmu, menurut Mulyadhi Kartanegara[2],
ilmu adalah any organized knowledge.
Ilmu dan sains menurutnya tidak berbeda, terutama sebelum abad ke-19, tetapi
setelah itu sains lebih terbatas pada bidang-bidang fisik atau inderawi,
sedangkan ilmu melampauinya pada bidang-bidang nonfisik, seperti metafisika.ilmu
dalam bahasa Inggris disebut science; dari bahasa latin scientia (pengetahuan)-
scire (mengetahui). Sinonim yang paling dekat dengan bahasa Yunani adalah
Episteme.[3]
Dari keterangan beberapa ahli, Amsal Bakhtiar menyatakan menurutnya Ilmu
merupakan sebagian pengetahuan yang mempunyai ciri, tanda, syarat tertentu,
yaitu sistematik, rasional,empiris, universal, objektif, dapat diukur, terbuka,
dan kumulatif. Menurut Saya, ilmu
merupakan segala sesuatu yang kita peroleh dalam keadaan sengaja atau tidak
sengaja.
Pada Bab ketiga Amsal Bakhtiar menulis
tentang Pengetahuan. Secara etimology berasal
dari kata Knowledge (Bahasa Inggris)
sedangkan secara terminologi menurut Drs. Sidi Gazalba, pengetahuan Adalah
apa yang diketahui atau hasil pekerjaan tahu. Pekerjaan tahu tersebut adalah
hasil dari kenal, sadar, insaf, mengerti dan pandai. Pengetahuan itu adalah milik atau isi pikiran.[4]
Pengetahuan ini mampu dikembang kan manusia yang disebabkan dua hal utama,
yakni pertama manusia mempunyai
bahasa yang mampu mengomunikasikan informasi dan jalan pikiran yang
melatarbelakangi informasi tersebut. Kedua,
yang menyebabkan manusia mampu mengembangkan pengetahuannya dengan cepat dan
mantap adalah kemampuan berfikir menurut suatu alur kerangka berfikir tertentu.[5]
Pada penjelasan ini penulis akan mencoba menjelaskan tentang hakikat ilmu
pengetahuan. Menurut penulis, pengetahuan pada dasarnya adalah keadaan mental.
Mengetahui sesuatu adalah menyusun pendapat tentang suatu objek, dengan kata
lain menyusun gambaran itu sesuai fakta. Adapun perbedaan pengetahuan dan
ilmu. ilmu adalah bagian dari
pengetahuan yang terklarifikasi, tersistem dan terukur serta dapat dibuktikan
kebenarannya. Sedangkan, pengetahuan merupakan keseluruhan pengetahuan yang
belum tersusu, baik mengenai fisik atau nonfisik. Dari referensi beberapa ahi.
Ada pula Tujuan dari filsafat ilmu
antara lain : mendalami unsur pokok ilmu,memahami proses imu kontemporer secara
historis, membedakan persoalan yang ilmiah dan non ilmiah. Sedangkan
pengetahuan, menurut saya, merupakan segala sesuatu yang kita ketahui melalui
panca indra. Adapun Teori untuk mengetahui hakikat pengetahuan itu, yaitu : 1. Realisme adalah gambaran atau kopi yang
sebenarnya dari apa yang ada dalam nyata (fakta atau hakikat).[6] 2.
Idealisme adalah pengetahuan tidak menggambarkan hakikat
kebenaran yang diberikan pengetahuan hanyalah gambaran menurut pendapat atau
penglihatan(subjek).[7]
Pengetahuan yang kita peroleh tentu mempunyai sumber. Sumber itu antara lain :
1. Empirisme
dimana pengetahuan itu diperoleh dari
pengalaman-pengalaman inderawi. Sedangkan Empirisme
Menurut John Locke adalah manusia
itu pada mulanya kosong dari pengetahuan, lantas pengalamannya mengisi jiwa
yang kosong itu disebut teori (Tabula Rasa), jadi pengalaman indera itulah sumber
pengetahuan yang benar.[8]
2. Rasionalisme,
aliran ini menyatakan bahwa pengetahuan diperoleh
dari akal, manusia memperoleh pengetahuan melalui kegiatan menangkap objek.
Menurut Decartes, Akal budi
dipahamkan sebagai sejenis perantara suatu teknik deduktif dengan memakai
teknik tersebut dapat ditemukan kebenaran, artinya dengan melakukan penalaran
yang akhirnya tersusunah pengetahuan.
Sedangkan
menurut Spinoza, menyusun
rasionalisme atas dasar ilmu ukur. Ilmu ukur merupakan dalil kebenaran yang
tidak perlu dibuktikan lagi. Tetapi dalam buku Jujun S. Sumantri masalah utama
yang dihadapi kaum rasionolme adalah evaluasi dari kebenaran premis-premis ini
semuanya berssumber pada penalaran rasional yang bersifat abstrak. Terbebas
dari pengalaman maka evaluasi semacam ini tidak dapat dilakukakan.[9]
Bab ketiga ini juga membahas tentang
teorri kebenaran, dimana teori ini dibagi menjadi tiga teori, pada setiap jenis pengetahuan tidak sama
kriteria kebenarannya karena sifat dan watak pengetahuan itu berbeda. antara
lain : Teori korespondensi,
kebenaran atau keadaan benar itu apabila ada kesesuaian antara arti yang
dimaksud dengan objek yang dituju oleh pernyataan atau pendapat tersebut.[10] Menurut
saya, suatu dikatakan benar apabila ada objek yang dituju berdasarkan fakta. Teori koherensi, kebenaran ditegakan
atas hubungan antara putusan yang baru itu dengan putusan-putusan lainnya yang
telah kita ketahui dan akui kebenarannya terlebih dahulu.[11] Menurut
saya, koherensi ini, suatu pernyataan dikatakan benar apa bila pernyataan ini
saling berhubungan dan menerangkan dengan pernyatann yang lain. Teori Pragmatisme, menurut William James
“ide-ide yang benar adalah ide-ide yang dapat kita serasikan, kita umumkan
berlakunya, kita kuatkan dan kita periksa. Sebaliknya ide yang salah ialah ide
yang tidak demikian” oleh karena itu tidak ada kebenaran mutlak , yang ada
adalah kebenaran-kebenaran , yaitu apa yang benar dalam pengalaman-pengalaman
khusus. Nilai tergantung pada akibatnya dan pada kerjanya, artiya pada
keberhasilan perbuatan disiapkan oleh pertimbangan itu.[12]
Bab keempat, penulis akan menjelaskan
tentang Dasar-dasar ilmu, yaitu :
Ontologi
Menurut Amsal Bakhtiar, ontologi berasal
dari kata ontos yaitu sesuatu berwujud . jadi ontologi tidak hanya berdasar
pada logika semata-mata.[13] Sedangkan
menurut Jujun S Sumantri dalam Pengantar
Ilmu Dalam Perspektif mengatakan, ontologi adalah menyelidiki apa yang
ingin kita ketahui, seberapa jauh kita ingin tahu, atau dengan perkataan lain,
suatu pengkajian mengenai teori yang ada.[14] Ontologi
merupakan salah satu penyelidikan kefilsafatan yang paling kuno. Dalam
persoalan ontologi orang menghadapi persoalan bagaimanakah menjelaskan hakikat
dari segala yang ada. Pertama kali orang dihadapkan pada dua macam kenyataan,
yaitu kenyataan yang berupa materi dan kenyataan yang berupa rohani.
Term ontologi pertama kali dikenalkan
oleh Rudolf Goclenius pada tahun 1636 M,
untuk menamai teori tentang hakikat yang ada bersifat metafisika. Dalam
ontologi ditemukan pandangan-pandangan pokok pemikiran sebagai berikut :
Monoisme,
paham yang menganggap bahwa hakikat yang berasal dari seluruh kenyataan
hanyalah satu saja, tidak mungkin dua, faham ini kemudian terbagi menjadi 2
yaitu :materialisme, yang menganggap sember asal adalah materi bukan rohani. Yang
kedua yaitu Idealism, aliran ini menganggap bahwa hakikat kenyataan yang
beraneka ragam itu semua berasal dari ruh yaitu sesuatu yang tidak berbentuk
dan menempati ruang.
Dualisme,
aliran ini berpendapat bahwabenda terdiri dari dua macam hakikat yaitu hakikat
materi dan hakikat ruhani, benda dan ruh, jasad dan spirit. Umumnya manusia
tidak mengalami kesulitan untuk mnerima prinsip dualisme ini.karena setiap
kenyataan lahir dapat segera ditangkap oleh panca indera kita. sedang kenyataan
batin dapat segera diakui adanya oleh
akal dan perasaan hidup.
Pluralisme,
paham ini berpandangan bahwa segenap bentuk merupakan kenyataan, pluralisme
bertolak belak dari keseluruhan dan mengakui bahwa segala macam bentuk itu
semua nyata.
Nihilisme,
sebuah doktrin yang tidak mengakui validitas alternative yang positif, istilah
nihilisme sebenarnya sudah ada sejak yunani kuno.
Agnotisisme,
yaitu mengingkarikesanggupan manusia untuk mengetahui hakekat benda, baik
hakekat materi maupun hakekat rohani. Timbulnya aliran ini dikarenakan belum
dapatnya orang mengenal dan mampu menerangkan secara konkrit akan
adanyakenyataan yang berdiri sendiri dan dapat dikenal.
Jadi, dapat diketahui bahwa ontologi
menurut Amsal Bakhtiar adalah hakikat
dari yang ada atau ilmu tentang yang ada baik berbentuk konkret maupun
abstrak .Di dalam buku Filsafat Ilmu karya Prof. Dr. Mukhtar Latif, M.Pd.
ontologi adalah membahas tentang yang ada yang tidak terkait oleh suatu
perwujudan tertentu, membahas tentang yang ada dan bersifat universal. Dari
penjelasan diatas penulis ketahui bahwa antara pandanganAmsal Bakhtiar tidak
jauh berbeda. Mereka memandang bahwa ontologi adalah ilmu yang mempelajari
tentang susuatu yang ada.
Epistomologi
Amsal memandang
epistomologi sebagai cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat dan lingkup
pengetahuan. Pengetahuan yang diperoleh manusia melalui akal, indera dan
lain-lain memiliki metode tersendiri dalam teori pengetahuan daintaranya adalah
:
Metode
Induktif, yaitu metode yang menyimpulkan pernyataan-pernyataan hasil
observasi disimpulkan dalam suatu pernyataan yang lebih umum.[15]
Metode
deduktif, yaitu metode yang menyimpulkan bahwa data-data empiris diolah
lebih lanjut dalam suatu sistem pernyataan yang runtut.[16] hal yag harus ada dalam metode deduktif adalah
perbandingan logis antar kesimpulan-kesimpulan itu sendiri.
Metode
positivisme, metode ini berpangkal dari apa yang pernah diketahui, yang faktual
dan yang ppsitif, ia menyampingkan segala persoalan di luar yang ada sebagai
fakta. Menurut Auguste Comte, perkembangan pemikiran manusia melalui 3 tahap
yaitu, teologis, metafisis, dan positif.
Metode
kontemplatif, metode ini menyatakan adanya keterbatasan indera dan akal
manusia untuk memperoleh pengetahuan, sehingga objek yang dihasilkan pun akan
berbeda-beda.
Metode
dialektis, metode ini mula-mula berartimetode
tanya jawab untuk mencapai kejernihan filsafat.[17] namun plato mengartikannya sebagai diskusi
logika. Menurut Prof. Dr. Mukhtar Latif, M.Pd dalm bukunya Filsafat Ilmu,
epistomologi difokuskan pada telaah tentang bagaimana cara memperoleh
pengetahuan, memperoleh kebenaran, atau bagaimana seseorang itu tahu apa yang
mereka ketahui.
Aksiologi
Dalam buku Amsal Bakhtiar aksiologi
diartikan sebgai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh. Menurut
Jujun S. Sumantri dalam bukunya Filsafat Ilmu mengatakan bahwa aksiologi adalah
cabang filsafat yang mempeajari tentang nilai yang berkaitan dengan kegunaan
dari pengetahuan yang diperoleh.[18]
Sebagai
landasan ilmu, aksiologi mempertanyakan untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu
itu diprgunakan serta kaitannya dengan kaidah-kaidah moral. Menurut saya, dalam
hal mencari pengetahuan tentu ada unsur, apa, bagaimana dan untuk apa? Maka
dari itu diatas sudah dijelaskan, bahwa kita bisa mengkaji lebih dalam tentang
suatu pengetahuan dengan mengetahuii maksud, serta bagaimana kita memperoleh
pengetahuan itu dan untuk apa pengetahuan itu.
Bab kelima, yaitu menjelaskan tentang sarana
ilmiah, antara lain : bahasa sebagai
sarana komunikasi. Tanpa komunikasi manusia tidak dapat bersosialisasi dalam buku Jujun S. Sumantri ada dua hal yang
harus diperhatikan, yaitu pertama,
sarana ilmiah itu meupakan ilu dalam pengertian bahwa ia merupakan kumpulan
pengetahuan yang didapatkan berdasarkan metode ilmiah,seperti pola berfikir
induktid, deduktif dalam mendapatkan pengetahuan. Kedua,tujuan mempelajari sarana ilmiah adalah agar dapat melakukan penelaahan
ilmiah secara baik.[19] Matematika, untuk melakukan kegiatan
ilmiah lebih baik diperlukan sarana berfikir, sarana berfikir ini pada dasarnya
merupakan alat yang membantu kegiatan ilmiah dengan berbagai langkah yang harus
ditempuh. Matematika merupakan pengetahuan dan sarana berfikir deduktif. Bahasa
yang digunakan adalah bahasa buatan. Statistik,
penelitian ilmiah, baik yang berupa
survei atau eksperimen, dilakukan lebih cermat dan teliti dengan memepergunakan
teknik-teknik statistika yang dikembangkan
sesuai dengan kebutuhan. Logika,
sarana untukk berfikir sistematis, valid, dan dapat dipertanggung jawabkan.
Karena itu, berfikir logis adalah berfikir sesuai dengan aturan-aturan
berfikir, seperti setengah tidak boleh lebih besar daripada satu
Menurut Saya, Kelebihan buku Filsafat
Ilmu DR. Amsal Bakhtiar ini sebuah pengetahuan yang menarik tentang hakikat
pengetahuan yang kita peroleh, ada banyak pengetahuan yang dirujuk dari
beberapa buku untuk sudut pandang tertentu, memberikan wawasan yang lebih luas
kepada pembaca buku ini. Sedangkan kekurangan dari buku ini adalah banyak kata
yang sulit dimengerti, memuat banyak rujukan yang menurut saya menjadi
membingungkan, halaman buku cukup tebal, ada beberapa sesi pembahasan yang
cukup panjang dan sedikit berbelit-belit padahal intinya sama. Atas dasar buku
Filsafat Ilmu karangan DR. Amsal Bakhtiar ini saya memperoleh kesimpulan bahwa pokok
pembahasan dalam buku ini adalah hakikat ilmu dan pengetahuan, dan sumber
pengetahuan, teori kebenaran. Disamping itu, filsafat ilmu juga membahas
persoalan objek, metode,tujuan ilmu, yang tidak kalah pentingnya adalah sarana
ilmu.
[1] Bakhtiar, Filsafat, hlm 7
[2] Mulyadhi Kartanegara, Pengantar Epitemologi Islam, (Bandung:Mizan,
2013), hlm. 1
[3] Jujun
S. Sumantri, Filsafat Ilmu; Sebuah
Pengantar Populer, (Jakarta; Pustaka Sinar Harapan, 1998), Cet. I, hlm.324.
[4] Sidi Gazalba, Sistematika Filsafat, (Jakarta: Bulan
Bintang, 1992), cet.1, hlm 4.
[5] Jujun S. Sumantri, Filsafat ilmu Sebuah Pengantar
Populer, (Jakarta; Pustaka Sinar Harapan, 1998), Cet. II, hlm.40.
[6] Amsal Bakhtiar, Filsafat Agama, (Jakarta; Logos, 1997), cet. 1, hlm
38.
[7] Amsal Bakhtiar, op.cit.,, hlm 39.
[8] Ahmad Tafsir, op.cit.,, hlm 24
[9] Amsal Bakhtiar, op.cit.,, hlm 46.
[10] Jujun S. Sumantri, Filsafat ilmu Sebuah Pengantar
Populer, (Jakarta; Pustaka Sinar Harapan, 2000), Cet. Ke-13, hlm. 57.
[12] Harun Hadiwijno. Sari Sejarah Filsafat Barat 2, (Yogyakarta: Kanisius,1981),
Hlm.131
[13] Amsal Bakhtiar, Filsafat Agama I,
(Jakarta; Logos Wacana Ilmu, 1997), cet. 1, hlm 38.
[14] Jujun S Sumantri Tentang
Hakikat Ilmu, dalam Pengantar Ilmu
Dalam Perspektif,(Jakarta:Gramedia,cet VI, 1985). Hlm 5.
[15] Tim Dosen, Filsafat Ilmu,( Yogyakarta:Liberty,1996), hlm 109
[16] Ibid
[17] Sidi Gazalba, Sistematika
Filsafat,(Jakarta;Bulan Bintang, 1991, hlm 125.)
[18] Jujun S. Sumantri, Filsafat,
hlm 234
[19] Jujun S. Sumantri, op.cit,
hlm 167
Tidak ada komentar:
Posting Komentar