Selasa, 20 Desember 2016

Resensi filsafat ilmu

Judul Buku                              : Filsafat Ilmu
Pengarang                               : Dr. Amsal Bakhtiar, M.A.
Penerbit                                   : PT Rajagrapindo Persada
Tahun terbit                             : 2006
Halaman buku                         : 240 Halaman
Oleh                                        : Galuh Mentari Putri
            Buku yang berjudul Filsafat Ilmu yang diterbitkan oleh PT Rajagrapindo Persada, Jakarta.  pada Tahun 2014 dan cetakan ke-13. buku ini terdapat 240 Halaman yang di dalamnya terdapat 5 Sub Bab pembahasan. dimana setiap bab saling terkait antara Bab satu dengan Bab yang lain. Pengarang buku ini adalah Dr. Amsal Bakhtiar, M.A. lahir di Padang Panjang, Sumatra Barat. Riwayat pendidikan mantan aktivis mahasiswa ini dimulai dari Sekolah Dasar (tamat 1972); melanjutkan ke Thawalib Padang Panjang (1975); kemudian melanjutkan ke Pesantren Gontor Ponorogo Jawa Timur. Sebelum kuliah, dia menjadi tenaga Da’i di Sumber Agung, Kinali Sumatra Barat selama dua tahun (1980-1982). Dia lalu melanjutkan ke Fakultas Ushuluddin IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta (sekarang menjadi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta), Hingga meraih sarjana muda (1993), dan terakhir meraih gelar doktor tahun 1998, sedangkan pangkat Guru Besar diraihnya pada tahun 2005. Karya-karya yang sudah diterbitkan sudah banyak, salah satunya adalah “Meneladani Pengorbanan Nabi Ibrahim dalam Rangka Mewujudkan Masyarakat Madani”, dalam Masyarakat madani, Bina Cipta Insani 2000.
            Tujuan dari penulisan buku ini adalah untuk mendorong dan membantu civitas akademika dalam proses perkuliahan tentang Mata Kuliah Filsafat Ilmu. Buku ini juga berguns bagi kaum awam untuk menyelami dan memperluas wawasan tentang hakikat ilmu secara Filsafat.
            Pembahasan Pertama dalam buku ini adalah Ruang Lingkup Filsafat ilmu. Filsafat berasal dari bahasa yunani : philosophia, yang terdiri dari kata : philos (cinta) dan shopos (kebijaksanaan), jadi secara  istilah, filsafat berarti cinta kebijaksanaan atau kebenaran. Menurut Harun Nasution, filsafat berasal dari Bahasa Arab karena orang Arab lebih dulu datang dan sekaligus mempengaruhi bahasa Indonesia daripada bahas Inggris. Oleh karena itu, dia konsisten menggunakan kata falsafat, bukan filsafat, seperti falsafat agama dan falsafat dan mistisme dalam islam.[1] Pendapat ini ada benarnya, sebab intisari berfilsafat itu terdapat dalam pemahasan, bukan pada definisi. Karena itu, disini dikemukakan beberapa ahli terkemuka yang cukup representatif, baik dari zaman maupun kualitas pemikiran, antara lain : Phytagoras, Plato, Aristoteles, Al-Farabi, Ibnu Rusyd, Immanuel Kant, Ibnu Sina, Dan Lain-Lain. Dari referensi beberapa ahli. menurut saya, filsafat adalah tindakan membuka fikiran kita untuk memperoleh suatu pengetahuan yang tidak hanya sekedar tahu tentaang pengetahuan dari luarnya saja, tetapi dengan melihat juga aspek pengetahuan itu secara mendalam, dengan sikap kritis.
  Selain tentang filsafat, Bab kedua dalam buku karangan Amsal Bakhtiar juga menjelaskan tentang Ilmu, menurut Mulyadhi Kartanegara[2], ilmu adalah any organized knowledge. Ilmu dan sains menurutnya tidak berbeda, terutama sebelum abad ke-19, tetapi setelah itu sains lebih terbatas pada bidang-bidang fisik atau inderawi, sedangkan ilmu melampauinya pada bidang-bidang nonfisik, seperti metafisika.ilmu dalam bahasa Inggris disebut science; dari bahasa latin scientia (pengetahuan)- scire (mengetahui). Sinonim yang paling dekat dengan bahasa Yunani adalah Episteme.[3] Dari keterangan beberapa ahli, Amsal Bakhtiar menyatakan menurutnya Ilmu merupakan sebagian pengetahuan yang mempunyai ciri, tanda, syarat tertentu, yaitu sistematik, rasional,empiris, universal, objektif, dapat diukur, terbuka, dan kumulatif. Menurut Saya, ilmu merupakan segala sesuatu yang kita peroleh dalam keadaan sengaja atau tidak sengaja.
Pada Bab ketiga Amsal Bakhtiar menulis tentang Pengetahuan. Secara etimology berasal dari kata Knowledge (Bahasa Inggris) sedangkan secara terminologi menurut Drs. Sidi Gazalba, pengetahuan Adalah apa yang diketahui atau hasil pekerjaan tahu. Pekerjaan tahu tersebut adalah hasil dari kenal, sadar, insaf, mengerti dan pandai. Pengetahuan itu                adalah milik atau isi pikiran.[4] Pengetahuan ini mampu dikembang kan manusia yang disebabkan dua hal utama, yakni pertama manusia mempunyai bahasa yang mampu mengomunikasikan informasi dan jalan pikiran yang melatarbelakangi informasi tersebut. Kedua, yang menyebabkan manusia mampu mengembangkan pengetahuannya dengan cepat dan mantap adalah kemampuan berfikir menurut suatu alur kerangka berfikir tertentu.[5] Pada penjelasan ini penulis akan mencoba menjelaskan tentang hakikat ilmu pengetahuan. Menurut penulis, pengetahuan pada dasarnya adalah keadaan mental. Mengetahui sesuatu adalah menyusun pendapat tentang suatu objek, dengan kata lain menyusun gambaran itu sesuai fakta. Adapun perbedaan pengetahuan dan ilmu.  ilmu adalah bagian dari pengetahuan yang terklarifikasi, tersistem dan terukur serta dapat dibuktikan kebenarannya. Sedangkan, pengetahuan merupakan keseluruhan pengetahuan yang belum tersusu, baik mengenai fisik atau nonfisik. Dari referensi beberapa ahi. Ada pula Tujuan dari filsafat ilmu antara lain : mendalami unsur pokok ilmu,memahami proses imu kontemporer secara historis, membedakan persoalan yang ilmiah dan non ilmiah. Sedangkan pengetahuan, menurut saya, merupakan segala sesuatu yang kita ketahui melalui panca indra.  Adapun Teori untuk mengetahui hakikat pengetahuan itu, yaitu : 1. Realisme adalah gambaran atau kopi yang sebenarnya dari apa yang ada dalam nyata (fakta atau hakikat).[6] 2. Idealisme  adalah pengetahuan tidak menggambarkan hakikat kebenaran yang diberikan pengetahuan hanyalah gambaran menurut pendapat atau penglihatan(subjek).[7] Pengetahuan yang kita peroleh tentu mempunyai sumber. Sumber itu antara lain :
1.      Empirisme dimana pengetahuan itu diperoleh dari pengalaman-pengalaman inderawi. Sedangkan Empirisme Menurut John Locke adalah manusia itu pada mulanya kosong dari pengetahuan, lantas pengalamannya mengisi jiwa yang kosong itu disebut teori (Tabula Rasa), jadi pengalaman indera itulah sumber pengetahuan yang benar.[8]
2.      Rasionalisme, aliran ini menyatakan bahwa pengetahuan diperoleh dari akal, manusia memperoleh pengetahuan melalui kegiatan menangkap objek. Menurut Decartes, Akal budi dipahamkan sebagai sejenis perantara suatu teknik deduktif dengan memakai teknik tersebut dapat ditemukan kebenaran, artinya dengan melakukan penalaran yang akhirnya tersusunah pengetahuan.
Sedangkan menurut Spinoza, menyusun rasionalisme atas dasar ilmu ukur. Ilmu ukur merupakan dalil kebenaran yang tidak perlu dibuktikan lagi. Tetapi dalam buku Jujun S. Sumantri masalah utama yang dihadapi kaum rasionolme adalah evaluasi dari kebenaran premis-premis ini semuanya berssumber pada penalaran rasional yang bersifat abstrak. Terbebas dari pengalaman maka evaluasi semacam ini tidak dapat dilakukakan.[9]
Bab ketiga ini juga membahas tentang teorri kebenaran, dimana teori ini dibagi menjadi tiga teori,  pada setiap jenis pengetahuan tidak sama kriteria kebenarannya karena sifat dan watak pengetahuan itu berbeda. antara lain : Teori korespondensi, kebenaran atau keadaan benar itu apabila ada kesesuaian antara arti yang dimaksud dengan objek yang dituju oleh pernyataan atau pendapat tersebut.[10] Menurut saya, suatu dikatakan benar apabila ada objek yang dituju berdasarkan fakta. Teori koherensi, kebenaran ditegakan atas hubungan antara putusan yang baru itu dengan putusan-putusan lainnya yang telah kita ketahui dan akui kebenarannya terlebih dahulu.[11] Menurut saya, koherensi ini, suatu pernyataan dikatakan benar apa bila pernyataan ini saling berhubungan dan menerangkan dengan pernyatann yang lain. Teori Pragmatisme, menurut William James “ide-ide yang benar adalah ide-ide yang dapat kita serasikan, kita umumkan berlakunya, kita kuatkan dan kita periksa. Sebaliknya ide yang salah ialah ide yang tidak demikian” oleh karena itu tidak ada kebenaran mutlak , yang ada adalah kebenaran-kebenaran , yaitu apa yang benar dalam pengalaman-pengalaman khusus. Nilai tergantung pada akibatnya dan pada kerjanya, artiya pada keberhasilan perbuatan disiapkan oleh pertimbangan itu.[12]
Bab keempat, penulis akan menjelaskan tentang Dasar-dasar ilmu, yaitu :
Ontologi
Menurut Amsal Bakhtiar, ontologi berasal dari kata ontos yaitu sesuatu berwujud . jadi ontologi tidak hanya berdasar pada logika semata-mata.[13] Sedangkan menurut Jujun S Sumantri dalam Pengantar Ilmu Dalam Perspektif mengatakan, ontologi adalah menyelidiki apa yang ingin kita ketahui, seberapa jauh kita ingin tahu, atau dengan perkataan lain, suatu pengkajian mengenai teori yang ada.[14] Ontologi merupakan salah satu penyelidikan kefilsafatan yang paling kuno. Dalam persoalan ontologi orang menghadapi persoalan bagaimanakah menjelaskan hakikat dari segala yang ada. Pertama kali orang dihadapkan pada dua macam kenyataan, yaitu kenyataan yang berupa materi dan kenyataan yang berupa rohani.
Term ontologi pertama kali dikenalkan oleh Rudolf  Goclenius pada tahun 1636 M, untuk menamai teori tentang hakikat yang ada bersifat metafisika. Dalam ontologi ditemukan pandangan-pandangan pokok pemikiran sebagai berikut :
Monoisme, paham yang menganggap bahwa hakikat yang berasal dari seluruh kenyataan hanyalah satu saja, tidak mungkin dua, faham ini kemudian terbagi menjadi 2 yaitu :materialisme, yang menganggap sember asal adalah materi bukan rohani. Yang kedua yaitu Idealism, aliran ini menganggap bahwa hakikat kenyataan yang beraneka ragam itu semua berasal dari ruh yaitu sesuatu yang tidak berbentuk dan menempati ruang.
Dualisme, aliran ini berpendapat bahwabenda terdiri dari dua macam hakikat yaitu hakikat materi dan hakikat ruhani, benda dan ruh, jasad dan spirit. Umumnya manusia tidak mengalami kesulitan untuk mnerima prinsip dualisme ini.karena setiap kenyataan lahir dapat segera ditangkap oleh panca indera kita. sedang kenyataan batin  dapat segera diakui adanya oleh akal dan perasaan hidup.
Pluralisme, paham ini berpandangan bahwa segenap bentuk merupakan kenyataan, pluralisme bertolak belak dari keseluruhan dan mengakui bahwa segala macam bentuk itu semua nyata.
Nihilisme, sebuah doktrin yang tidak mengakui validitas alternative yang positif, istilah nihilisme sebenarnya sudah ada sejak yunani kuno.
Agnotisisme, yaitu mengingkarikesanggupan manusia untuk mengetahui hakekat benda, baik hakekat materi maupun hakekat rohani. Timbulnya aliran ini dikarenakan belum dapatnya orang mengenal dan mampu menerangkan secara konkrit akan adanyakenyataan yang berdiri sendiri dan dapat dikenal.
Jadi, dapat diketahui bahwa ontologi menurut Amsal Bakhtiar adalah hakikat  dari yang ada atau ilmu tentang yang ada baik berbentuk konkret maupun abstrak .Di dalam buku Filsafat Ilmu karya Prof. Dr. Mukhtar Latif, M.Pd. ontologi adalah membahas tentang yang ada yang tidak terkait oleh suatu perwujudan tertentu, membahas tentang yang ada dan bersifat universal. Dari penjelasan diatas penulis ketahui bahwa antara pandanganAmsal Bakhtiar tidak jauh berbeda. Mereka memandang bahwa ontologi adalah ilmu yang mempelajari tentang susuatu yang ada.

Epistomologi
            Amsal memandang epistomologi sebagai cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat dan lingkup pengetahuan. Pengetahuan yang diperoleh manusia melalui akal, indera dan lain-lain memiliki metode tersendiri dalam teori pengetahuan daintaranya adalah :
            Metode Induktif, yaitu metode yang menyimpulkan pernyataan-pernyataan hasil observasi disimpulkan dalam suatu pernyataan yang lebih umum.[15]
            Metode deduktif, yaitu metode yang menyimpulkan bahwa data-data empiris diolah lebih lanjut dalam suatu sistem pernyataan yang runtut.[16]  hal yag harus ada dalam metode deduktif adalah perbandingan logis antar kesimpulan-kesimpulan itu sendiri.
            Metode positivisme, metode ini berpangkal dari apa yang pernah diketahui, yang faktual dan yang ppsitif, ia menyampingkan segala persoalan di luar yang ada sebagai fakta. Menurut Auguste Comte, perkembangan pemikiran manusia melalui 3 tahap yaitu, teologis, metafisis, dan positif.
            Metode kontemplatif, metode ini menyatakan adanya keterbatasan indera dan akal manusia untuk memperoleh pengetahuan, sehingga objek yang dihasilkan pun akan berbeda-beda.
Metode dialektis, metode ini mula-mula berartimetode tanya jawab untuk mencapai kejernihan filsafat.[17]  namun plato mengartikannya sebagai diskusi logika. Menurut Prof. Dr. Mukhtar Latif, M.Pd dalm bukunya Filsafat Ilmu, epistomologi difokuskan pada telaah tentang bagaimana cara memperoleh pengetahuan, memperoleh kebenaran, atau bagaimana seseorang itu tahu apa yang mereka ketahui.
Aksiologi
Dalam buku Amsal Bakhtiar aksiologi diartikan sebgai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan  dari pengetahuan yang diperoleh. Menurut Jujun S. Sumantri dalam bukunya Filsafat Ilmu mengatakan bahwa aksiologi adalah cabang filsafat yang mempeajari tentang nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh.[18]
Sebagai landasan ilmu, aksiologi mempertanyakan untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu diprgunakan serta kaitannya dengan kaidah-kaidah moral. Menurut saya, dalam hal mencari pengetahuan tentu ada unsur, apa, bagaimana dan untuk apa? Maka dari itu diatas sudah dijelaskan, bahwa kita bisa mengkaji lebih dalam tentang suatu pengetahuan dengan mengetahuii maksud, serta bagaimana kita memperoleh pengetahuan itu dan untuk apa pengetahuan itu.
Bab kelima, yaitu menjelaskan tentang sarana ilmiah, antara lain : bahasa sebagai sarana komunikasi. Tanpa komunikasi manusia tidak dapat bersosialisasi  dalam buku Jujun S. Sumantri ada dua hal yang harus diperhatikan, yaitu pertama, sarana ilmiah itu meupakan ilu dalam pengertian bahwa ia merupakan kumpulan pengetahuan yang didapatkan berdasarkan metode ilmiah,seperti pola berfikir induktid, deduktif dalam mendapatkan pengetahuan. Kedua,tujuan mempelajari sarana ilmiah adalah agar dapat melakukan penelaahan ilmiah secara baik.[19] Matematika, untuk melakukan kegiatan ilmiah lebih baik diperlukan sarana berfikir, sarana berfikir ini pada dasarnya merupakan alat yang membantu kegiatan ilmiah dengan berbagai langkah yang harus ditempuh. Matematika merupakan pengetahuan dan sarana berfikir deduktif. Bahasa yang digunakan adalah bahasa buatan. Statistik,  penelitian ilmiah, baik yang berupa survei atau eksperimen, dilakukan lebih cermat dan teliti dengan memepergunakan teknik-teknik statistika yang dikembangkan  sesuai dengan kebutuhan. Logika, sarana untukk berfikir sistematis, valid, dan dapat dipertanggung jawabkan. Karena itu, berfikir logis adalah berfikir sesuai dengan aturan-aturan berfikir, seperti setengah tidak boleh lebih besar daripada satu






Menurut Saya, Kelebihan buku Filsafat Ilmu DR. Amsal Bakhtiar ini sebuah pengetahuan yang menarik tentang hakikat pengetahuan yang kita peroleh, ada banyak pengetahuan yang dirujuk dari beberapa buku untuk sudut pandang tertentu, memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca buku ini. Sedangkan kekurangan dari buku ini adalah banyak kata yang sulit dimengerti, memuat banyak rujukan yang menurut saya menjadi membingungkan, halaman buku cukup tebal, ada beberapa sesi pembahasan yang cukup panjang dan sedikit berbelit-belit padahal intinya sama. Atas dasar buku Filsafat Ilmu karangan DR. Amsal Bakhtiar ini saya memperoleh kesimpulan bahwa pokok pembahasan dalam buku ini adalah hakikat ilmu dan pengetahuan, dan sumber pengetahuan, teori kebenaran. Disamping itu, filsafat ilmu juga membahas persoalan objek, metode,tujuan ilmu, yang tidak kalah pentingnya adalah sarana ilmu.



[1] Bakhtiar, Filsafat, hlm 7
[2] Mulyadhi Kartanegara, Pengantar Epitemologi Islam, (Bandung:Mizan, 2013), hlm. 1
[3] Jujun S. Sumantri, Filsafat Ilmu; Sebuah Pengantar Populer, (Jakarta; Pustaka Sinar Harapan, 1998), Cet. I, hlm.324.
[4] Sidi Gazalba, Sistematika Filsafat, (Jakarta: Bulan Bintang, 1992), cet.1, hlm 4.
[5] Jujun S. Sumantri, Filsafat ilmu  Sebuah Pengantar Populer, (Jakarta; Pustaka Sinar Harapan, 1998), Cet. II, hlm.40.
[6] Amsal Bakhtiar, Filsafat Agama, (Jakarta; Logos, 1997), cet. 1, hlm 38.
[7] Amsal Bakhtiar, op.cit.,, hlm 39.
[8] Ahmad Tafsir, op.cit.,, hlm 24
[9] Amsal Bakhtiar, op.cit.,, hlm 46.
[10] Jujun S. Sumantri, Filsafat ilmu  Sebuah Pengantar Populer, (Jakarta; Pustaka Sinar Harapan, 2000), Cet. Ke-13, hlm. 57.
[11]Jujun S. Sumantri, op.cit.,, hlm 56.
[12] Harun Hadiwijno. Sari Sejarah Filsafat Barat 2, (Yogyakarta: Kanisius,1981), Hlm.131
[13] Amsal Bakhtiar, Filsafat Agama I,  (Jakarta; Logos Wacana Ilmu, 1997), cet. 1, hlm 38.
[14] Jujun S Sumantri Tentang Hakikat Ilmu, dalam Pengantar Ilmu Dalam Perspektif,(Jakarta:Gramedia,cet VI, 1985). Hlm 5.
[15] Tim Dosen, Filsafat Ilmu,( Yogyakarta:Liberty,1996), hlm 109
[16] Ibid
[17] Sidi Gazalba, Sistematika Filsafat,(Jakarta;Bulan Bintang, 1991, hlm 125.)
[18] Jujun S. Sumantri, Filsafat, hlm 234
[19] Jujun S. Sumantri, op.cit, hlm 167

Tidak ada komentar:

Posting Komentar